Pengertian Etka Governance
Etika
berasal dari bahasa Yunani 'ethos' yang berarti adat istiadat atau kebiasaan
yang baik. Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak
dan kewajiban moral. menurut Maryani & Ludigdo (2001) Etika adalah
seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik
yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok
atau segolongan masyarakat atau profesi. Good Governance merupakan sistem tata
kelola yang baik sehubung dengan pelayanan terhadap masyarakat luas yang
meliputi cara kerja, aturan, cara pengambilan keputusan dan penerapan kepada
masyarakat luas. Good governance mengandung dua arti yaitu :
1. Menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good
governance mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Pencapaian
visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas
pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi
negara yang bersangkutan.
Untuk
penyelenggaraan Good governance tersebut maka diperlukan etika
pemerintahan. Etika merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat
mencakup tiga hal yaitu :
1. Logika,
mengenai tentang benar dan salah.
2. Etika,
mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
3. Estetika,
mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance :
1. Transparency (keterbukaan
informasi)
Secara sederhana bisa diartikan
sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan
dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada
segenap stakeholders-nya.
Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan,
kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi
dilakukan secara independen. Keterbukaan
dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan
sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.
2. Accountability (akuntabilitas)
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur,
system dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini
diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban
dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisarisdan dewan direksi.
Dewan direksi bertanggung jawab
atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas
keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas
pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang
saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan
perusahaan.
3. Responsibility (pertanggung
jawaban)
Bentuk pertanggung jawaban
perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku,
diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan
kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang
kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip
ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan
operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.
4. Indepandency (kemandirian)
Prinsip ini mensyaratkan agar
perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan
tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, prinsip ini menuntut
bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada
tekanan. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap
memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders yang ditentukan dalam
undang-undang maupun peraturan perusahaan.
5. Fairness (kesetaraan dan
kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya
perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Diharapkanfairness dapat menjadi faktor pendorong yang
dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam
kepentingan dalam perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan
melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan
pihak lain.
Governance
System
Governance
system merupakan bentuk hubungan antara lembaga negara dalam melaksanakan
kekuasaan negara untuk kepentingan negara sendiri dan untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyatnya. Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang
terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat
terpisahkan, yaitu :
a. Commitment
on Governance
Commitment
on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini
adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku.
b. Governance
Structure
Governance
Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di
bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
c. Governance
Mechanism
Governance
Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit
dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
d. Governance
Outcomes
Governance
Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun
cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
Sistem
pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara
itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem
pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi
statis. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan
menjadi:
· Presidensial,
merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif
dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
· Parlementer,
merupakan sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting
dalam pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen
dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang
terhadap jalannya pemerintahan.
· Komunis
· Demokrasi
liberal atau demokrasi konstitusional, merupakan sistem politik yang melindungi
secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah
· Liberal,
merupakan sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai
politik yang utama.
Budaya
Etika
Budaya
etika terdiri dari dua kata yaitu ‘budaya’ dan ‘etika’. Budaya adalah sebuah
istilah yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman bersama yang dialami oleh
orang-orang dalam organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka, sedangkan
Etika berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, betul dan tidak, bohong
dan jujur dimana hal tersebut sangat tergantung kepada nilai-nilai yang berlaku
dalam lingkungan dimana orang-orang tersebut berfungsi. Jadi budaya etika
adalah cara yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu lingkungan tertentu
yang berkaitan dengan sikap.
Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Struktur etika korporasi yang
dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan dengan kepribadian perusahaan
tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan serta evaluasi yang dilakukan
perusahaan secara rutin. Pengembangan struktur etika korporasi ini berguna
dalam mencapai tujuan perusahaan yang lebih baik dan sesuai dengan norma yang
ada.
Selain itu, membangun entitas korporasi dan menetapkan
sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam
kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi,
menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku
bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani”
dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan
mempunyai hati, tidak hanya mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap
lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
Kode
Perilaku Korporasi
Kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) merupakan pedoman yang
dimiliki setiap perusahaan dalam memberikan batasan-batasan bagi setiap
karyawannya untuk menetapkan etika dalam perusahaan tersebut. Kode
perilaku korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan
lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalm
menjalankan usahanya. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan
adalah:
·
Setiap
perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral
perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
·
Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam
pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang
disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan.
·
Pelaksanaan
etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang
merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
·
Nilai-nilai
dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
Contoh
Kasus Etika Governance
JAKARTA: Badan Pemeriksa Keuangan menemukan beberapa pelanggaran
kepatuhan PT Jamsostek atas laporan keuangan 2011 dengan nilai di atas Rp7
triliun. Hal tersebut terungkap dalam makalah presentasi Bahrullah Akbar,
anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan dalam diskusi Indonesia Menuju Era Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Bahrullah mengatakan ada empat temuan BPK atas
laporan keuangan 2011 Jamsostek yang menyimpang dari aturan.
Pertama, Jamsostek membentuk Dana Pengembangan Progran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp7,24 triliun yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah 22/2004.
Kedua, Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pada laporan keuangan 2011, potensi penerimaan Jamsostek yang hilang mencapai Rp36,5 miliar karena tidak menerapkan tarif jaminan kecelakaan kerja sesuai ketentuan. Ketiga, BPK menemukan Jamsostek belum menyelesaikan aset eks investasi bermasalah, yakni jaminan medium term notes (MTN). Adapun aset yang belum diselesaikan adalah tanah eks jaminan MTN PT Sapta Prana Jaya senilai Rp72,25 miliar dan aset eks jaminan MTB PT Volgren Indonesia. Adapun temuan keempat dari BPK adalah masih terdapat beberapa kelemahan dalam pemantauan piutang hasil investasi. Pengendalian dan monitoring PT Jamsostek atas piutang jatuh tempo dan bunga deposito belum sepenuhnya memadai. Selain temuan tersebut, BPK juga menemukan sejumlah ketidakefektifan dalam kinerja Jamsostek. Pertama, Jamsostek belum efektif mengevaluasi kebutuhan pegawai dan beban kerja untuk mendukung penyelenggaran program JHT. Kedua, Jamsostek belum efektif dalam mengelola data peserta JHT.
Ketiga, Jamsostek masih perlu membenahi sistem informasi dan teknologi informasi yang mendukung kehandalan data.
Keempat, Jamsostek belum efektif melakukan perluasan dan pembinaan kepersertaan. Hal tersebut terlihat bahwa Jamsostek belum menjangkau seluruh potensi kepersertaan dan masih terdapatnya peserta perusahaan yang tidak patuh, termasuk BUMN.
Adapun Kelima, Jamsostek tidak efektif memberikan perlindungan dengan membayarkan JHT kepada 1,02 juta peserta tenaga kerja usia pensiun dengan total saldo Rp1,86 triliun.
Pertama, Jamsostek membentuk Dana Pengembangan Progran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp7,24 triliun yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah 22/2004.
Kedua, Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pada laporan keuangan 2011, potensi penerimaan Jamsostek yang hilang mencapai Rp36,5 miliar karena tidak menerapkan tarif jaminan kecelakaan kerja sesuai ketentuan. Ketiga, BPK menemukan Jamsostek belum menyelesaikan aset eks investasi bermasalah, yakni jaminan medium term notes (MTN). Adapun aset yang belum diselesaikan adalah tanah eks jaminan MTN PT Sapta Prana Jaya senilai Rp72,25 miliar dan aset eks jaminan MTB PT Volgren Indonesia. Adapun temuan keempat dari BPK adalah masih terdapat beberapa kelemahan dalam pemantauan piutang hasil investasi. Pengendalian dan monitoring PT Jamsostek atas piutang jatuh tempo dan bunga deposito belum sepenuhnya memadai. Selain temuan tersebut, BPK juga menemukan sejumlah ketidakefektifan dalam kinerja Jamsostek. Pertama, Jamsostek belum efektif mengevaluasi kebutuhan pegawai dan beban kerja untuk mendukung penyelenggaran program JHT. Kedua, Jamsostek belum efektif dalam mengelola data peserta JHT.
Ketiga, Jamsostek masih perlu membenahi sistem informasi dan teknologi informasi yang mendukung kehandalan data.
Keempat, Jamsostek belum efektif melakukan perluasan dan pembinaan kepersertaan. Hal tersebut terlihat bahwa Jamsostek belum menjangkau seluruh potensi kepersertaan dan masih terdapatnya peserta perusahaan yang tidak patuh, termasuk BUMN.
Adapun Kelima, Jamsostek tidak efektif memberikan perlindungan dengan membayarkan JHT kepada 1,02 juta peserta tenaga kerja usia pensiun dengan total saldo Rp1,86 triliun.
Analisis:
Kasus diatas merupakan kasus dari penyimpangan terhadap laporan keuangan dan tidak efektifnya kinerja Jamsostek pada tahun 2011. Menurut saya kasus ini harus diselesaikan dengan cara pembenahan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Tata kelola perusahaan yang baik akan berdampak pada kinerja yang akan dihasilkan oleh perusahaan menjadi lebih baik juga. Peristiwa ini terjadi karena kurang baiknya tata kelola perusahaan yang diterapkan. Prinsip-prinsip GCG yang menympang dari kasus diatas adalah transparansi, responsibility. Kurangnya keterbukaan informasi dan kurangnya tanggung jawab yang dimiliki oleh pengelola atau manajemen menyebabkan pelanggaran kepatuhan yang dilakukan oleh Jamsostek. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) diharapkan dapat membantu perusahaan dalam menjaga kestabilan tata kelola perusahaan agar hal seperti diatas tidak terjadi lagi. Good corporate governance dapat membantu perusahaan-perusahaan untuk menciptakan kegiatan pasar modal yang jujur,transparan, bertanggung jawab, dan sesuai dengan undang-undang atau hukum yang berlaku.
Kasus diatas merupakan kasus dari penyimpangan terhadap laporan keuangan dan tidak efektifnya kinerja Jamsostek pada tahun 2011. Menurut saya kasus ini harus diselesaikan dengan cara pembenahan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Tata kelola perusahaan yang baik akan berdampak pada kinerja yang akan dihasilkan oleh perusahaan menjadi lebih baik juga. Peristiwa ini terjadi karena kurang baiknya tata kelola perusahaan yang diterapkan. Prinsip-prinsip GCG yang menympang dari kasus diatas adalah transparansi, responsibility. Kurangnya keterbukaan informasi dan kurangnya tanggung jawab yang dimiliki oleh pengelola atau manajemen menyebabkan pelanggaran kepatuhan yang dilakukan oleh Jamsostek. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) diharapkan dapat membantu perusahaan dalam menjaga kestabilan tata kelola perusahaan agar hal seperti diatas tidak terjadi lagi. Good corporate governance dapat membantu perusahaan-perusahaan untuk menciptakan kegiatan pasar modal yang jujur,transparan, bertanggung jawab, dan sesuai dengan undang-undang atau hukum yang berlaku.
Sumber
:
http://www.bisnis.com/articles/kinerja-jamsostek-bpk-temukan-potensi-penyimpangan-di-atas-rp7-triliun
Vivian Liminata
27212616
4EB01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar